Copenhagen : We are back

Disclaimer : This trip was made with high consideration. UK government open the border and made the summer holiday was possible with details for arrival in here. The Denmark government also opened their border earlier in June with safety rule for each departure/arrival country (source here). The airlines and airport also made strict rules about the using face mask (covering the face) and to obey COVID19 safety rule to all passenger. The COVID19 border and immigration regulation will be updated every Thurday.

We planned this trip back on February. We’ve already applied the visa back on February and got 6 months multiple entry visa. Originally, the trip was for spring break and to visit our friends that newly moved to Bergen and then fly to Copenhagen for we called it ” a Recollecting Trip“. But then the pandemic started widely and the lockdown curved was enforced. The country border started to close, first Denmark then Norway. And two days before our designated departure, the airlines canceled all our ticket ( fortunately, with fully refund). So here there goes our spring break trip.

Then when everything possible, the borders was opened and UK government gave possibility to make any trip abroad, we found an affordable accommodation, direct flight and safe hotel. And also, we decided to change our plan to directly to go to Copenhagen instead to have transit to Bergen (as per unfortunately, we couldn’t find any flight direct on that date too).

We will to visit Copenhagen for 6 days, this is due to a minimum stay requirement and will have to show documentation of a 6-night booking (based on Danish government decision on 30 August 2020). The best found was the city having a 50% discount for almost all the attraction in the city along the summer break (ended on 9 August 2020) but need to booking the time slot in prior due to the safety rule and visitor limitation in a day. Due to the high demand and the requirement of bought the ticket online, I booked Den Blå Planet and Lousiana Museum of Modern Art in advance.

The airports , both Stansted (we use RyanAir) and Kaastrup, strictly required to using face mask or using suitable covering face all the times inside the airport and also inside the public transportation inside the airport and surely inside the plane. Hand sanitizers are available in every place in the airport and the distancing is applied well. One thing that changed inside the plane is going to the toilet. Instead of we can go freely, now the airline (RyanAir did) decided to make sure no people queue in front of the toilet. The passenger who needs to go will need to give a prior sign (using called sign) and the flight attendant will let them know if the toilet available to use.

Another finding for this trip is the new ticket system for Copenhagen the public transportation. Seven years ago, when we left the city, they still using the paper ticket system but then changed into electronic system a year later. I remember the have daily ticket but bundle with Copenhagen Card. But then we found out they now have different types of tickets and travel cards which are all valid for buses, trains and the metro in the Copenhagen area. The choice depends on how much and where you wish to travel during your stay and it called City Pass (they have range from 24 to 120 hours, Zone 1 to 4 or bigger area include the outer Copenhagen), which also available in DOT Ticket apps. Using this more comfortable rather than using the card (need to top up and counting how many areas you will pass).

Back in old days, I think we didn’t create much will to explore the city. I deeply regretted the laziness. Especially after I followed few Danish photographer and Copenhagen resident who captured the city beautifully. I felt missing this city more and more and had plan to visit this city since the day I left it. The city has changed, based on the picture. And we voluntarily happy to find out the new things in the city.

So, here we are, back to Copenhagen as a tourist. How I miss these colors and the bakery smell.

Silence

Last week, I had a trip to one of coolest mountain in East Java, Bromo Mountain. But Bhumi got high fever, after we got there. After a rough and hard night, taking care Bhumi from high fever, in very windy and cold mountain weather, I think, what I needed was a silence me time. When morning came, I walked along the side of the sea of sand, inhaled the fresh air, watched the clear sky and admiring the landscape. I suddenly gained up my energy, and forgot my sleepless night.

bromo1

Silence is a source of Great Strength.

Lao Tzu

I feel fortunate for this amazing chance. Backed to my room and took a hot bath, when Bhumi woke up, he was healthier, fresher and happier. Alhamdulillah.

bromo2

The sand storm attacked an hour later, and scattered the clear scenery.

J’adore PARIS…(1)

Ini sebenernya catatan perjalanan yang tertunda, lebih tepatnya dikarenakan kemalasan yang memuncak untuk menulis,karen duduk lama-lama udah mulai g nyaman untuk bumil ini.

Jadi,ceritanya saya mendapatkan hadiah dari mr.A karena si ijin tinggal sudah selesai, yaitu jalan-jalan ke Paris. Akhirnya, menginjakkan kaki di kota idaman. Kota yang kebanyakan cuma bisa diliat di film, novel dan buku pelajaran bahasa Perancis. Uooohh…semangat memuncak nih. Apalagi usia kehamilan sudah memenuhi syarat untuk melakukan perjalanan via udara.

Alhamdulillahnya, ada liburan paskah yang ternyata di Denmark, lebih panjang dari daerah Eropa lainnya,dan yang paling menyenangkan adalah berhasil menemukan tiket lumayan murah tujuan Paris de Gaulle*. Rasanya nunggu sebulan dari sejak beli tiket menjadi lamaaa banget. Beruntunnya lagi, si sahabat yang berdomisili di Paris,sudah siap menampung saya dan mr.A. Waaah…lengkap rasanya.

Berangkat dari Kopenhagen, menggunakan Austrian Air, cuaca emang agak mendung, dan ternyata di seluruh Eropa daratan pun demikian. Kami transit di bandara Vienna selama sejam, dan langsung melanjutkan ke Paris. Tiba di Charles de Gaulle (salah satu badara di Paris), yeaah…PARIIIIIS (pengen loncat2 tapi inget perut), disambut hujan deras. Untungnya untuk menuju kota Paris, kami menggunakan kereta yang berada di lantai dasar airport, jadi g perlu keluar menghadapi hujan yang deras.

Okey, petualangan kami dimulai (tepatnya saya,karena tahun 2003 mr.As sudah pernah kesini). Mengikuti rute si kereta B yang membawa kami ini, tujuan pertama adalah St.Michel Notre-Dame Station. Di atas stasiun ini tuh berdiri Katedral Notre-Dame Paris yang terkenal itu. Begitu keluar dari stasiun metro, brrrrr….disambut angin dingin yang harusnya udah tidak bersemayam di kota ini. Tapi tak akan menyurutkan langkah kaki kami sedikitpun. Sembari menikmati keramaian dan keindahan si katedral, saya dan mr.A menyantap makan siang bekal yang sudah disiapkan dari rumah (membawa bekal wajib loh daripada ribet cari tmpat makan ditempat baru). Setelah cukup kenyang, kami melanjutkan perjalanan kaki kami menuju Musee de Louvre menyusuri sungai Seine. Dan saya pun mulai jatuh cinta dengan kota ini. Bangunan tua di sepanjang sungai Seine dan matahari yang malu-malu menyinari dinding-dinding bangunan tua ini membuat saya…hmmm…terpesona. Menyusuri sungai seine dan duduk sejenak memandangi orang yang lalu lalang pun membuat saya….menikmati kota ini.

Kami melewati, Place Saint-Michel, yang merupakan tempat paling sering ditunjuk untuk janjian ketemuan di wilayah ini karena tempatnya yang mudah ditemui dan dekat dengan stasiun metro. Di pelataran ini terdapat air mancur yang disebut Fontaine Saint-Michel.

Berjalan di  Quai de Grands Agustinus, sembari menikmati toko-toko kaki lima tepi sungai yang menjual berbagai macam lukisan dan buku-buku antik, dan komik-komik tua seperti Betty Boop. Lalu melintasi salah satu jembatan unik di Paris, yang terkenal dengan banyaknya jembatan yang melintasi sungai Seinenya, Pont des Arts. Saat saya datang, jembatan ini banyak digantungi gembok-gembok pertanda cinta, diberi nama atau tanggal saat menggantungkannya, wish for longlasting relationship. Tapi sayangnya, gembok-gembok ini mungkin sudah tidak bisa ditemui lagi,karena pada suatu hari, semua gembok menghilang !!

Dari jembatan ini, kami melanjutkan perjalanan ke arah Musee de Louvre melewati gereja Saint-Germain dan kemudian menikmati sore di pelataran museum sembari menunggu jam janjian bertemu dengan si teman di rumahnya. Syukurnya, stasiun metro terdekat langsung menghubungkan kami dengan stasiun terdekat apartemen yang akan kami jajah di daerah Stalingrad.

Pukul 8, akhirnya kami bertemu dengan tuan rumah yang datang sambil berlari-lari menaiki tangga apartemennya yang masih bergaya apartemen Paris lama dengan tangga memutar. Huaahh…akhirnya janji menemuinya di kota ini terpenuhi.

Tampaknya kota ini telah menggoda saya untuk dijelajahi. Entah mengapa saya menemukan suasana yang berbeda, kota yang terasa penuh warna dan lebih hidup. Tidak sabar menghabiskan waktu dan berjalan kaki menikmati kota ini keesokan harinya.

Sedikit tips untuk hari-hari pertama:

  • siapkan peta metro yang sudah diprint dan mudah diliat berulang-ulang
  • siapkan bekal seadanya untuk ganjel perut, kalau-kalau belum menemukan tempat makan yang pas (misal:macaroni schotel (loh!!) dan air minum
  • siapkan daftar tempat makan halal atau resto siap saji yang sudah halal
  • siapkan uang receh dan koin untuk keperluan membeli tiket metro dan kereta
  • siapkan peta tujuan wisata

*tiket murah bisa didapatkan dengan memesan jauh-jauh hari

**all pics here

(bersambung)

18 hours flight

ini lanjutan dari cerita perjalanan saya menuju Kopenhagen, yang sempat tertunda dua hari…

Naik pesawat juga akhirnya….

Saya selalu suka suasana airport dan saya selalu exciting bila naik pesawat. Bentar aja saya selalu senang apalagi berjam-jam. Dapet tempat duduk yang lumayan bagus pemandangan keluarnya, jadi tambah bikin nyaman. Menyamankan tempat duduk untuk bersiap-siap memejamkan mata. Dan begitu lepas landas, entah kenapa ada perasaan haru dan setengah berbisik berkata,

see you soon Indonesia, see you soon Jakarta.

Tujuan transit pertama adalah menuju bandara Abu Dhabi, ditempuh dalam waktu 8 jam. Pesawat tujuan Abu Dhabi ini bisa dibilang penuh, karena saya perhatikan ternyata sebagian besar penumpang adalah tenaga kerja Indonesia yang akan bekerja di kawasan sekitar Timur Tengah. Sayang saya tidak bisa banyak ngobrol dengan mereka, karena beberapa yang saya lihat, duduknya tidak berdekatan dengan barisan saya. Dan diantara sekian banyak penumpang, tiba-tiba saya menemukan Wulan Guritno dan suaminya (info ini ga penting, pengen bilang saja..hahahahaha). Wah, mr.A langsung penasaran saat saya katakan Wulan Guritno berada satu pesawat dengan kita (dasar!).

Tiba di bandara Abu Dhabi pukul 8 malam, kami harus menunggu sekitar 5 jam sebelum keberangkatan kami selanjutnya ke Bandara Frankfurt. Saat transit ada kejadian yang menurut saya tidak biasa. Entah kenapa, penumpang yang diidentifikasi sebagai tenaga kerja diperintahkan untuk melepas alas kakinya. Padahal, saya dan mr.A dan juga beberapa penumpang lain, tidak. Apakah menjadi standar keamanan, atau ditakutkan mereka menyembunyikan sesuatu, saya sungguh belum mengerti mengapa ada prosedur seperti itu.

Selama menunggu, kami hanya menghabiskan waktu sembari berjalan-jalan, memanfaatkan internet gratis, dan pastinya mencoba tidur. Tapi sepanjang percobaan tidur, saya tidak pernah berhasil, karena pendingin ruangannya sangat tidak manusiawi. Entah ini untuk mengimbangi panasnya gurun di luar bandara, atau dengan tujuan sekedar memberi kenyamanan. Jadilah saya menyalurkan hobi saya yang tidak biasa yaitu menikmati orang yang lalu lalang. Saya perhatikan dari sekian banyak pegawai bandara, hanya sebagian kecil yang merupakan orang Arab, sebagian besar adalah pendatang, seperti dari India, Pakistan, Thailand, Philipina, dan Indonesia pastinya. Saya berpapasan dengan dua orang wanita berbicara Indonesia logat Jakarta fasih berbalut seragam bandara. Dan menikmati orang yang lalu lalang berpindah dari satu penerbangan ke penerbangan lain, rasanya sangat menyenangkan.

Tiba pukul 1 pagi, kami kembali boarding untuk melanjutkan perjalanan ke bandara Frankfurt. Hanya butuh beberapa menit saya langsung tertidur. Tampaknya ini juga terjadi pada mr.A karena saat terbangun sekitar pukul 5 (tepat saat pramugari menawarkan roti dan teh), kami berdua tidak ada yang menyadari kapan pesawat berangkat. Sarapan paginya sangat menggugah selera (mungkin karena lapar juga) disertai dengan pemandangan matahari terbit yang saya nikmati dari jendela pesawat. Dan tepat pukul 6.20 kami tiba di bandara Frankfurt yang belum ramai (karena seharusnya sangat ramai). Dan setelah mengambil bagasi kami melanjutkan perjuangan kami untuk mendapatkan penerbangan ke Kopenhagen.

(selanjutnya : berburu last minute ticket)

Semarang…mudik sejenak

Sebenernya saya dan mr.A merencanakan untuk melakukan perjalanan mudik ke rumah mbah-mbak kami berdua,sekalian ziarah ke makam mereka. Rumah mbah dari papa ada di Semarang, mbahnya mr.A di (m)Batang dan mbah dari mama ada di Lumajang, Jawa Timur. Tapi karena keterbatasan waktu, kami akhirnya hanya sampai di Semarang.

Perjalanan berangkat kami pilih dengan kereta api. 8 jam diatas kereta api ternyata memang tidak nyaman. Tapi karena perjalanan nya dilakukan bersama istri yang cantik *byuur*,tampaknya mr.A tetap kalem walaupun tiap sejam melakukan peregangan.

Sampai disana, dijemput oleh sepupu dan om. Ibunya sepupu saya ini adalah one of my favourite auntie in my life, she’s just like my second mom. Terus kita naruh barang di hotel (huooooo) yang merupakan hadiah nikahan dari si tante dan om,dan langsung makan siang di Soto Bangkong. Sebenernya ya, kalau saya pribadi sih udah agak males makan di sini yang kata saya udah berubah rasanya dalam satu dekade ini. Kalau mungkin saya datang lebih pagi pasti udah nongkrong di warung soto yang lain yang rasanya masih nampol. Sesorean kita jalan-jalan di sekitar kota tua Semarang yang entah kenapa sangat romantis. I always love the old city. Entah cuma dibayangan saya, tapi rasanya, saya bisa merasakan hiruk pikuk perdagangan di sekitar bangunan-bangunan tua itu.

Tiba makan malam, kami ditraktir (lagi..dan lagi) makan di simpang lima, di salah satu warung nasi uduk. Kemudian dilanjutkan dengan tahu petis dan pecel Ibu (aiiiih lupa…) yang cuma buka mulai jam 12 malam. Entah kenapa ini malah jadi wisata kuliner ya 🙂 .

Keesokan harinya, saya dan mr.A berziarah ke makan mbah kung dan mbah uti. Kemudian dilanjutkan dengan ke rumah bude-pakde untuk sekalian pamit mau pindah. Senangnya bertemu dengan sepupu-sepupu yang saat acara pernikahan kami tidak bisa hadir karena melahirkan. Juga sekalian mengenalkan keluarga besar ini ke mr.A. Hari ini kami juga memutuskan untuk membatalkan pulang dengan kereta api dan menggantinya dengan pesawat yang harga tiketnya bahkan lebih murah dari tiket KA. Untung saja proses ganti ruginya sangat cepat,walaupun hanya diganti 60%, kami hanya menambah sedikit untuk keperluan tiket pesawat. Dan sore harinya kami mampir sejenak di Vihara Sam Po Kong, yang menurut saya sangat megah,sayangnya kami tidak bisa menemui mesjidnya.

Hari terakhir kami di Semarang, kami mengunjungi Mesjid Agung Semarang, membeli oleh-oleh disekitar jl.Pandanaran, lalu bersiap-siap untuk pulang. Dan rasanya puas sekali bisa mengunjungi Semarang, walaupun kami ternyata tidak bisa menyempatkan diri ke Batang. Mungkin ini tugas untuk kami dikedatangan selanjutnya. Wisata kuliner yang berkesan dan pertemuan dengan sanak saudara yang mengharukan.

Semoga kami diberi waktu untuk bisa bertemu dengan para tante,om,bude,pakde dan sepupu dan terus melanjutkan silahturahmi ini. Amin.

*pertemuan ke Semarang ini juga menjadi pertemuan terakhir kami dengan salah seorang Pakde, yang kemudian berpulang pada Desember lalu. Semoga Allah melimpahkan rahmat dan kemudahan padanya*